KAMPAR: Jenuh menunggu selama 23 tahun. Dijanjikan pembangunan kebun kelapa sawit di atas tanah ulayat, dengan pola kerjasama KPPA. Akhirnya, warga Dusun “Bencah Seratus”, Kota Garo, Tapung, Kampar mengadukan “Mafia Tanah” ke Polda Riau.
Parahnya, mengiming-imingi warga dengan janji kosong, membangun kebun sawit, melalui Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) para “Mafia Tanah” juga melakukan penghancuran sejarah dan perdaban “Bencah Seratus” serta pentupan akses jalan warga warga ke lokasi lahan.
“Kami terpaksa menyeberang sungai jika ingin ke kebun,” kata Bahar. Penutupan akses jalan katanya selalu dikawan para “Tukang Pukul” si “Mafia Tanah”.
“Ternyata, janji KKPA hanyalah modus ‘Mafia Tanah’ untuk merampas hak-hak ulayat kami,” kata Bahar Leu, warga yang mewakili masyarakat usai membuat pengaduan ke Direktur Reserse, Polda Riau, Jumat (6/10/2023).
Dulunya, kata Bahar para “Mafia Tanah” ini memang mengajak warga membentuk Kelompok Tani “Tunas Karya”. Namun, ternyata itu hanya “jalan masuk” mereka untuk menguasai tanah ulayat madyarakat.
“Buktinya, setelah kami menandatangani pernyataan di atas kertas kosong, tak jelas lagi juntrungan Kelompok Tani ‘Tunas Karya, itu. Padahal, Kelompok Tani Tunas Karya ini, dasar mereka mengambil hak ulayat kami,” kata Bahar.
Sementara itu, Ketua Kelomok Tani “Tunas Karya”, Zainal, malah merasa heran, kenapa lahan itu justru dikuasai para “Mafia Tanah” itu, dan sudah dijadikan kebun sawit.
“Padahal, Zainail mengatakan tidak pernah menjual ‘Kelompok Tani’ Tunas Karya itu,” kata Bahar. Untuk.itulah, warga sepakat mengadukan masalh ini ke Polda Riau.
Mafia tanah yang diadukan itu katanya adalah oknum-oknum yang menguasai hak ulayat mereka, yakni: Han Sen William dan Beni, Acin Togel, Aheng dan Asiong.
Bahar pun berkisah tentang sejarah perkampungan mereka di sana. “Dahulu kami memiliki perkampungan bernama Dusun Bencah Seratus, di pinggir Sungai Tapung Kanan. Yang sekarang terletak di RT. 039.RW.008, Dusun 4, Plambayan, Desa Kota Garo, Kec. Tapung Hilir, Kab. Kampar. Sayapun Iahir disana,” katanya.
Menurutnya, perkampungan tersebut telah ada sejak zaman Jepang. Mata pencaharian warga, berkebun karet dan nelayan.
“Nah, sekitar tahun 2000 masyarakat kami diming-imingi mafia tanah akan dibuatkan kebun keiapa sawit dengan pola KKPA,” tegasnya.
Menurut Mukti Arifin,.yang juga warga asli di sana, janji KKPA tersebut adalah tipuan belaka.
“Sehingga tanah kami dirampas, hutan -hutan yang dulu dipelihara oleh nenek moyang kami, termasuk daiam Kawasan HPT diiuiuhiantakkan. Pondok-pondok karni dibakar,” katanya.
Akibat pembakaran dan penghancuran itu, masyarakat “Bencah Sertatus” berpindah ke daerah Iain seperti ke Tampan dan pinggiran Sungai Siak.
“Yang lebih parah lagi, kami diintimidasi oleh oknum-oknum dan preman atas suruhan Oknum “Mafia Tanah ini,” tegasnya.
Terakhir, katanya, masyarakat sudah banyak yang pasrah dan upaya mereka mengadukan masaah ini ke Polda Riau.
“Bayangkan, makam dan kuburan keluarga kami diluluhlantakkan termasuk kuburan abang kandung saya. Kemudian, ditanami kelapa sawit dan hanya tinggal tanda-tanda,” ungkapnya.
Atas tindakan arogan dan tidak berprikemanusiaan itu, katanya mereka mohonkan kepada Polda Riau, mengusut/memproses secara hükum perbuatan oknum tersebut.
“Mohonlah polisi mengusut tindakan perampasan hak ulayat serta penghancuran secara kejam sejarah kehidupan leluhur kami.ini,” kata Mukti Arifin.***